Mahkamah Agung (MA) secara resmi menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, terkait sengketa utang-piutang antara pengusaha Kristian Wuisan dan Pemerintah Provinsi Maluku Utara.
Penolakan ini tertuang dalam Putusan PK Nomor 1413 PK/PDT/2025, yang diputus pada 1 Desember 2025 oleh majelis hakim MA yang dipimpin Prof. Dr. H. Hamdi, dengan dua anggota majelis Dr. Rahmi Mulyati dan Dr. Lucas Prakoso. Dalam amar putusannya, MA menolak seluruh dalil yang diajukan pemohon PK.
Dengan putusan ini, MA sekaligus menguatkan putusan pada dua tingkat peradilan sebelumnya, yakni Putusan Pengadilan Negeri Ternate Nomor 53/Pdt.G/2024/PN.TTe tanggal 12 Maret 2025, dan Putusan Pengadilan Tinggi Maluku Utara Nomor 16/PDT/2025/PT.TTE tanggal 5 Mei 2025.
Kedua putusan tersebut mewajibkan Pemprov Malut untuk menyelesaikan kewajiban utang kepada pengusaha Kristian Wuisan sebesar Rp 2,8 miliar. Dalam proses hukum, pihak Kristian Wuisan diwakili oleh Law Office Hendra Karingan & Associates.
Kuasa Hukum Kristian, Dr. Hendra Kariangan, saat dikonfirmasi, membenarkan adanya putusan MA tersebut. Ia menegaskan bahwa tidak ada alasan bagi Pemprov Malut untuk mengabaikan putusan yang bersifat final.
“Putusan MA bersifat final dan mengikat. Sebagai pejabat negara, Ibu Sherly wajib menghormati putusan MA. Tidak boleh ada pembangkangan hukum dengan dalil apa pun,” tegas Dr. Hendra.
Sengketa ini bermula ketika Kristian Wuisan menggugat Pemprov Malut karena dianggap tidak memiliki itikad baik dalam melunasi utang senilai Rp 2,8 miliar, yang hingga kini belum dibayarkan.
Penulis: Redaksi

